Bogor – Program Bantuan Keuangan Infrastruktur Desa (BKID) Kabupaten Bogor digadang-gadang menjadi solusi percepatan pembangunan desa dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Namun di lapangan, program yang menelan anggaran hingga Rp409,57 miliar ini justru dinilai rawan penyimpangan dan praktik jual-beli proyek.
Ketua LSM Penjara Kabupaten Bogor, Bangbang, mengungkapkan adanya indikasi kuat bahwa pelaksanaan program BKID tidak transparan. Ia menyebut adanya dugaan penunjukan pihak ketiga tanpa mekanisme resmi dan praktik fee proyek yang melibatkan oknum kepala desa.
“Kami menemukan indikasi bahwa penunjukan rekanan dilakukan langsung oleh kepala desa tanpa melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Bahkan ada dugaan kepala desa terikat utang budi karena sering menerima dana talangan dari pihak ketiga, yang kemudian dibayar dengan fee proyek,” tegas Bangbang.
Menurut Bangbang, lemahnya pengawasan internal serta tidak jelasnya petunjuk teknis penyusunan RAB menjadi celah bagi oknum untuk mencari keuntungan pribadi.
Ia menilai, Pemkab Bogor harus memperkuat sistem pengawasan, menegakkan transparansi, dan menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi melalui langkah nyata.
“Ini harus diselidiki secara serius agar oknum desa maupun pejabat pemerintah tidak lagi berani bermain-main dengan anggaran publik,” tambahnya.
Bangbang menegaskan, audit independen atau probity audit wajib dilakukan terhadap seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa di desa.
Ia juga meminta peran APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) diperkuat agar benar-benar profesional dan tidak mudah diintervensi.
“APIP jangan mandul. Harus independen dan mampu mengidentifikasi masalah teknis di lapangan. Bahkan pengawasan di tingkat kecamatan harus dipegang tenaga profesional yang menguasai bidang teknik dan keuangan,” tegasnya.
Berdasarkan data, terdapat 415 desa penerima dengan 853 titik kegiatan pembangunan yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Total alokasi anggaran program BKID mencapai Rp409,57 miliar.
Bangbang menilai besarnya anggaran itu menjadi “lahan empuk” bagi oknum yang ingin mencari keuntungan pribadi. Karena itu, ia menegaskan perlu adanya evaluasi menyeluruh agar kebocoran anggaran yang bersifat masif dan sistemik bisa dicegah.
“Selama penegakan hukum masih lemah, peluang penyimpangan akan selalu ada. Maka, perlu audit independen dan keberanian pemerintah menindak tegas setiap pelanggaran,” tutup Bangbang.
( Red )







